Bukti Bahwa Biaya Hidup di Jepang Sangat Tinggi
Minggu, 12 April 2015
Tambah Komentar
Karena biaya hidup tinggi termasuk untuk urusan tempat tinggal di jepang, Warung internet tak hanya berfungsi untuk menjelajah internet, sebagian orang menjadikannya tempat tinggal karena biaya hidup yang begitu tinggi. Untuk ukuran orang Indonesia kebanyakan, hidup di Jepang memang luar biasa mahalnya.
Bagaimana tidak? Contohnya saja Fumiya, pria berusia 26 tahun yang berprofesi sebagai satpam. Menurut pengakuannya, Fumiya memiliki penghasilan tinggi untuk ukuran orang Indonesia, yakni di kisaran 230 ribu yen per bulan atau sekitar Rp 24 juta.
Dikutip detikINET dari Disposable Workers, Selasa (24/3/2015), gaji itu rupanya tergolong kecil di Jepang. Apalagi di ibukota Tokyo yang biaya hidupnya gila-gilaan. Maka Fumiya saat ini memilih tinggal saja di warnet dengan biaya sekitar USD 750 per bulan.
Di warnet, dia bisa berselancar internet atau main game sepuasnya. Ia juga tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan seperti listrik, air atau kebersihan.
Tinggal di warnet baginya merupakan pilihan realistis. Soalnya kata dia, untuk menyewa sebuah apartemen lumayan bagus di Tokyo, ia butuh biaya sampai USD 13 ribu di muka untuk biaya sewa, deposit dan sebagainya.
Terlebih lagi, pekerjaanya sebagai satpam masih rentan karena dia bukan pegawai tetap. Maka, ia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik dengan misi tidak lagi tinggal di warnet.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan Jepang, sekitar 5.400 orang Jepang tinggal di warnet pada tahun 2007. Sekitar separuhnya adalah pengangguran, sisanya berpendapatan pas-pasan.
Pria lain yang memilih tinggal di warnet adalah Tadayuki Sakai yang kini berusia 42 tahun. Ia mengaku bahagia saja tidur dan beristirahat di warnet. Hampir sama seperti Fumiya, dia merasa tinggal di warnet adalah pilihan realistis mengingat gajinya pas-pasan.
Tapi Sakai berusaha menabung dan impiannya adalah pergi keluar Jepang. "Aku tidak punya tanggungan apa-apa lagi di Jepang," demikian alasannya.
Memang betapa pun begitu majunya negara Jepang, kaum berpendapatan rendah atau miskin masih ada di sana. Cukup banyak yang tak punya tempat tinggal. Apalagi di kota seperti Tokyo yang sudah begitu padat dan biaya hidup mencekik leher.
Maka, pengusaha warnet di Negeri Sakura itu punya ide pengembangan bisnis. Mereka juga menyewakannya sebagai tempat tinggal yang cukup bersih dan nyaman.
Biayanya lebih murah daripada apartemen, kebanyakan sekitar Rp 160 ribu per malam. Biaya itu sudah mencakup bilik pribadi yang ada pintunya, akses pada internet dan game serta minuman.
Bagi beberapa orang, warnet pun menjadi pilihan tempat tinggal. Tidak senyaman di rumah atau hotel memang, tapi cukuplah untuk sekadar melepas lelah.
Bagaimana tidak? Contohnya saja Fumiya, pria berusia 26 tahun yang berprofesi sebagai satpam. Menurut pengakuannya, Fumiya memiliki penghasilan tinggi untuk ukuran orang Indonesia, yakni di kisaran 230 ribu yen per bulan atau sekitar Rp 24 juta.
Dikutip detikINET dari Disposable Workers, Selasa (24/3/2015), gaji itu rupanya tergolong kecil di Jepang. Apalagi di ibukota Tokyo yang biaya hidupnya gila-gilaan. Maka Fumiya saat ini memilih tinggal saja di warnet dengan biaya sekitar USD 750 per bulan.
Di warnet, dia bisa berselancar internet atau main game sepuasnya. Ia juga tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan seperti listrik, air atau kebersihan.
Tinggal di warnet baginya merupakan pilihan realistis. Soalnya kata dia, untuk menyewa sebuah apartemen lumayan bagus di Tokyo, ia butuh biaya sampai USD 13 ribu di muka untuk biaya sewa, deposit dan sebagainya.
Terlebih lagi, pekerjaanya sebagai satpam masih rentan karena dia bukan pegawai tetap. Maka, ia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik dengan misi tidak lagi tinggal di warnet.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan Jepang, sekitar 5.400 orang Jepang tinggal di warnet pada tahun 2007. Sekitar separuhnya adalah pengangguran, sisanya berpendapatan pas-pasan.
Pria lain yang memilih tinggal di warnet adalah Tadayuki Sakai yang kini berusia 42 tahun. Ia mengaku bahagia saja tidur dan beristirahat di warnet. Hampir sama seperti Fumiya, dia merasa tinggal di warnet adalah pilihan realistis mengingat gajinya pas-pasan.
Tapi Sakai berusaha menabung dan impiannya adalah pergi keluar Jepang. "Aku tidak punya tanggungan apa-apa lagi di Jepang," demikian alasannya.
Memang betapa pun begitu majunya negara Jepang, kaum berpendapatan rendah atau miskin masih ada di sana. Cukup banyak yang tak punya tempat tinggal. Apalagi di kota seperti Tokyo yang sudah begitu padat dan biaya hidup mencekik leher.
Maka, pengusaha warnet di Negeri Sakura itu punya ide pengembangan bisnis. Mereka juga menyewakannya sebagai tempat tinggal yang cukup bersih dan nyaman.
Biayanya lebih murah daripada apartemen, kebanyakan sekitar Rp 160 ribu per malam. Biaya itu sudah mencakup bilik pribadi yang ada pintunya, akses pada internet dan game serta minuman.
Bagi beberapa orang, warnet pun menjadi pilihan tempat tinggal. Tidak senyaman di rumah atau hotel memang, tapi cukuplah untuk sekadar melepas lelah.
Belum ada Komentar untuk "Bukti Bahwa Biaya Hidup di Jepang Sangat Tinggi"
Posting Komentar